
Penulis: Iwan Bahagia
TAKENGON, SUARAGAYO.Com – Tuntutan warga terkait persoalan ganti rugi imbas proyek PLTA Peusangan I dan II di Kecamatan Silih Nara yang belum diselesaikan, mendapat tanggapan dari Manager UPP SBU 2, Nanda Dani Andrianto.
Menurut dia, persoalan ganti rugi yang disampaikan seorang pemuda dari Kampung Sanehen, Harjuliska, diakui sudah melalui proses verifikasi dan validasi oleh tim yg dibentuk oleh Bupati Aceh Tengah pada Juli 2021 lalu.
Namun Nanda mengaku, hasil dari tim tersebut baru diterima PT PLN pada Maret 2022, itu juga masih direvisi lagi, hingga hasil revisi terakhir baru diterima pada 12 April 2022.
“Mengapa harus dibentuk tim verifikasi dan validasi? Karena pada tahun 1998-2000 proses pembebasan dilaksanakan oleh Tim Pembebasan Tanah dibentuk oleh Pemda Aceh Tengah juga, sehingga pada saat terjadi klaim dari masyarakat, PLN mengembalikan kepada Pemda sebagai pelaksana pembebasan tanah pada masa itu,” kata Nanda.
Kemudian sebut dia, berdasarkan hasil verifikasi dan validasi oleh tim pembebasan tanah tersebut, tidak hanya menyebutkan selisih ukur kurang, namun ada juga selisih lebih bayar.
“Ini yanh tidak disebutkan oleh masyarakat. Jadi seolah-olah hanya PLN yg memiliki “kewajiban” yang harus diselesaikan di sana,” ujar Nanda lagi.
Untuk proses selisih kurang atau lebih yang dibahas oleh Harjuliska lanjut Nanda, saat ini sedang sedang diproses dengan pendampingan hukum dari Kejaksaan Negeri Takengon.
“Hal ini kami lakukan agar semua proses yg dilalui tetap berada di dalam koridor hukum yg berlaku. PLN akan menyelesaikan kewajibannya. Namun disisi lain, masyarakat juga harus patuh dan menjalankan semua keputusan hukum yg akan ditetapkan,” sebut Nanda.
“Satu hal lagi, berdasarkan hasil verifikasi luas total tanah kami di lokasi tersebut sekitar 560.000 meter persegi dan selisih kurang hanya sekitar 9.000 meter persegi. Sedangkan selisih lebih sekitar 5.000 persegi. Jadi secara gambaran kasar kewajiban PLN di tanah tersebut hanya kurang lebih 4.000 meter persegi dari total luas 560.000 meter persegi,” tambah Nanda.
Namun yg terjadi saat ini, di lahan seluas 560.000 meter persegi tersebut, pihaknya tidak diijinkan memulai pekerjaan.
“Apakah ini fair untuk kami pelaksana Proyek Strategis Nasional?” Pungkas Nanda.
Pemuda tuntut penyelesaian ganti rugi
Seperti diberitakan Suaragayo.com sebelumnya, Sejumlah warga mengaku masih menunggu kepastian ganti rugi imbas proyek PLTA Peusangan I dan II yang belum ada kejelasan.
Bahkan persoalan ganti rugi tersebut acap kali mengundang perselisihan antara warga sejumlah desa yang terimbas dari proyek PLTA Peusangan I dan II.
Seperti dikatakan seorang pemuda asal Kampung Sanehen, Harjuliska. Dirinya mengaku, sejak tahun 1998, proses ganti rugi sudah mulai dilaksanakan oleh perusahaan, namun masih ada yang menyisakan sengketa.
Awal usulan, ada 132 nama orang yang terimbas atas proyek PLTA Peusangan I dan II. Setelah proses verifikasi dan validasi terdapat sekitar 38 nama pemilik lahan lahannya memiliki selisih ukur. Sementara 132 nama pemilik yang awal yang diajukan berkaitan dengan rumah, terimbas, selisih ukur, selip pembayaran, dan lain sebagainya.
“Saya mewakili masyarakat setempat di area pembangunan reservoir ingin menjelaskan, ada beberapa persoalan sengketa lahan masyarakat dengan pihak PLTA dalam hal ini PT PLN Persero yang belum diselesaikan. Seperti misalnya masalah ganti rugi rumah, selisih ukur, selip pembayaran, tanah yang tidak memiliki akses ketika pembangunan reservoir mulai aktif digunakan dan lain sebagainya,” jelas Harjuliska, Minggu (17/4/2022).